Yang ga tahu istilah "film bokep", ngaceng... eh, ngacung....!!! Hayok.... jangan malu-malu.... Hehehehe....
Film bokep atau film porno (pornographic films) adalah film yang dibuat dengan tujuan mempertontonkan kegiatan seks, baik kegiatan seks yang lazim maupun tidak (berhubungan dengan sesama jenis, dengan binatang, atau menggunakan alat-alat pembantu seks). Kehadirannya di jagat hiburan sejak dulu hingga hari ini terus menimbulkan kontroversi. Bagi sebagian orang, kehadiran film bokep merupakan hiburan, atau stimulus sebelum berhubungan intim. Namun bagi sebagian orang lain, film bokep justru merusak kaum muda karena mereka tidak dapat melampiaskan hasrat mereka, sehingga memicu munculnya kasus pemerkosaan, pelecehan seksual, bahkan tidak sedikit yang menderita kelainan seksual (baik secara orientasi maupun secara fungsi biologisnya).
Lepas dari kontroversi itu, film bokep kini menjadi industri terbesar di dunia yang persentase omsetnya terus meningkat dari tahunke tahun. Reuters pernah mencatat bahwa di tahun 2004 saja, dalam 1 tahun sedikitnya ada 11,000 judul film bokep yang dirilis dan telah terjual hingga jutaan keping. Film bokep merupakan industri multi-billion-dollar yang diprediksi akan terus membesar dan menggurita di seluruh dunia.
KREATOR FILM BOKEP
Orang yang paling bertanggung jawab atas munculnya genre film bokep yang juga dikenal dengan sebutan Blue Film (BF) ini adalah Produser Eugene Pirou dan Sutradara Albert Kirchner (yg lebih dikenal dengan nama samaran Lear). Keduanya adalah sineas Perancis yang memperkenalkan film bokep pada dunia. Film bokep pertama yang mereka buat berjudul Le Courcher de la Marie (1896). Film berdurasi 7 menit ini mempertontonkan adegan striptease yang dilakukan Louise Willy (pemeran wanita dalam film itu). Walau tidak mempertontonkan adegan intercourse (hubungan seksual) sedikit pun, namun film ini sudah dianggap sebagai film bokep pertama karena mempertontonkan adegan erotis.
Sementara film yang mempertontonkan adegan masturbasi pertama adalah film Am Abend (1910) produksi Jerman. Dalam film berdurasi 10 menit ini, ditampilkan seorang wanita yang melakukan masturbasi di tempat tidurnya. Selain bermasturbasi, sang wanita diperlihatkan melakukan fellatio (oral) dan penetrasi anal dengan tangannya.
Film bokep makin menyebar dan populer terutama di tahun 1920an dan sering diputar di bioskop-bioskop. Namun karena dikecam banyak orang - dianggap merusak moral - maka film ini kemudian diproduksi dan diedarkan secara sembunyi-sembunyi.
Di tahun 1960, film bokep mengalami perubahan yang cukup signifikan, di mana adegan seksual ditampilkan sangat terbuka dan dalam durasi yang cukup panjang. Film Eropa I Am Curious Yellow (1967) dan Language of Love (1969) merupakan film yang menampilkan adegan seks dengan durasi yang cukup panjang dan dibuat dalam bentuk semi-dokumenter. Makin maraknya industri perfilman porno, dan munculnya tekanan agar film genre ini diberikan ruang yang layak untuk berkembang, akhirnya membuat pemerintah Eropa setuju untuk memberikan kebebasan bagi para sineas film porno untuk mengembangkan sayap industri perfilman genre ini. Adalah Denmark yang merupakan negara pertama yang melegalkan pornografi hardcore di tahun 1969, disusul Belanda. Sejak itu, film porno berkembang pesat di Eropa dan menjadi lahan bisnis yang sangat menguntungkan.
Tahun 1970 merupakan tahun awal kebangkitan film porno dengan diijinkannya bioskop untuk kaum dewasa (adult theathers) berdiri di hampir semua negara di Eropa dan Amerika. Seiring dengan itu, toko-toko yang menjual produk seks (sex shops) pun mulai menjamur. Film porno mulai dipandang sebagai sebuah karya seni dan tidak lagi dibuat asal-asalan. Denmark menjadi negara pertama yang membuat film porno berdurasi panjang dengan bujet tinggi. Tiga film pertama mereka yang dirilis secara internasional adalah Bordellet (1972), mini seri the Bedside Films (1970-1976), dan mini seri The Zodiac Films (1973 - 1978) menjadi film porno hardcore legendaris dalam sejarah perfilman Denmark dan menjadi film yang paling banyak ditonton hingga hari ini.
Variasi dan sub-genre film porno pun banyak bermunculan di era ini. Boys in the Sand (1971), merupakan film porno bersub-genre gay pertama yang dirilis. Film ini pun menjadi film pertama yang menayangkan nama para pemeran dan kru pendukung film dalam credit-nya. Sementara film Deep Throat (1972) menjadi film pertama bergenre Porno-Chic.
Memasuki era 1980an, peredaran film porno semakin mendapat dukungan dengan munculnya video. Dengan adanya teknologi video dan camcoder, dapat memungkinkan para produser film ini untuk membuat film dengan kualitas yang lebih baik dan bujet yang lebih bisa ditekan. Dengan demikian, maka era film porno berbujet besar berakhir, berganti dengan film porno berbujet "murah meriah". Hal ini memungkinkan banyak sineas film porno untuk membuat ratusan film porno dengan menggunakan bintang yang sama, dan dengan harga yang relatif lebih murah. Akibatnya, video film porno yang diperani artis yang sama banyak beredar dan orang dengan cepat mengiingat para bintang itu. Tidak heran jika di era ini banyak melahirkan bintang porno populer dan legendaris seperti Ron Jeremy, Christy canyon, Ginger Lynn, John Holmes, dan Traci Lords.
Di era 1990an, teknologi DVD memungkinkan pembuatan film dengan kualitas gambar dan suara yang jauh lebih baik. Hal ini membantu film porno untuk tampil lebih baik lagi dan semakin disuka penggemarnya. Teknologi internet pun berperan sangat besar dalam meningkatkan volume penjualan film-film porno. Bahkan beberapa rumah produksi film porno memberikan kemudahan unduh (down-load) film porno, baik secara gratis, berlangganan, peer-to-peer file sharing, hosting services, atau pay-per-view.
Yang patut dicatat di era ini adalah berdirinya Zentropa, rumah produksi film asal Denmark tahun 1998, yang menjadi perusahaan mainstream pertama di dunia yang mengkhususkan diri pada produksi film porno genre hardcore. Film hardcore pertama mereka adalah Constance (1998), yang disutradarai oleh Knud Vesterskov. Film porno yang diperani Katja Kean, Anais, dan Mark Duran ini merupakan film porno pertama yang dikhususkan bagi penonton wanita.Di tahun yang sama, Zentropa juga merilis film Idioterne (1998), besutan sutradara Lars von Trier. Film ini merupakan film porno pertama yang meraih banyak penghargaan dan mendapat nominasi Golden Palm di Cannes. Dalam film ini, selain menampilkan adegan multipel ereksi yang dilakukan para aktornya, juga adegan orgy (seks rame-rame) yang direkam secara close up.
Tahun 1999, TV Kabel Kanal Kobenhavn dari Denmark menjadi televisi pertama yang menayangkan flm porno hardcore di malam hari. Film-film itu ditayangkan tanpa sensor dan bebas ditonton oleh siapapun yang tinggal di area Copenhagen.
Dan di era abad 21 ini, film porno hadir lebih canggih lagi. Beberapa rumah produksi sudah mulai memanfaatkan fasilitas blue-ray dan HD-Video untuk merekam film mereka. Di awal abad 21 - tepatnya tahun 2000 - muncul sub-genre baru yang dikenal dengan sebutan Alt Porn (Alternative Pornography, beberapa kalangan menyebutnya sebagai Porno Estetic / Aesthetic Porn), yaitu film porno yang melibatkan orang-orang dari kalangan punk, gothic, dan raver. Kebanyakan artis dalam film ini adalah orang bertato, piercing, dan scarification.
Sebenarnya istilah ini diambil dari istilah "Blue Law", yaitu hukum yang diterapkan oleh kaum puritan (kaum agama beraliran keras) di beberapa negara bagian Amerika. "Blue Law" diberlakukan bagi orang-orang yang melakukan hal-hal yang bertentangan dengan agama, seperti mengonsumsi minuman beralkohol (terutama di hari Minggu), mengosumsi narkoba, serta melakukan hal-hal tidak terpuji lain.
Hukum ini sendiri diberlakukan sejak abad 17 oleh Reverend Samuel Peters (1735 - 1826) di Conneticut. Dasar hukumnya sendiri dituangkan dalam bukunya yang berjudul General History of Conneticut (1781). Mengapa Reverend Peters memakai "Blue", bukan warna lain? Sebuah versi mengatakan, saat buku Reverend Peters dirilis, sampul bukunya menggunakan warna biru. Karena itulah, maka sejak itu peraturan dan hukum yang dituang dalam buku Reverend Peters dikenal dengan sebutan "Blue Laws".
Sejak saat itu, maka hal-hal yang berbau tabu, dosa, dekadensi moral, dan lain-lain dikonotasikan dengan warna biru (blue), termasuk Blue Film.